12 Mei 2015
Ekspor Karet Tertekan, Sumut Bisa Andalkan Kopi, Karet dan Rempah
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal I tahun
ini devisa ekspor Sumut dari pasar ekspor hanya senilai US$1,83 miliar
atau turun sekira 23,39% dibanding periode yang sama tahun lalu yang
mencapai US$2,34 miliar. Anjloknya kinerja ekspor CPO dan karet menjadi
pemicu utama seretnya devisa dari pasar ekspor itu.
Kepala BPS
Sumut, Wien Kusdiatmono merinci, ekspor CPO pada kuartal I tahun ini
menurun 26,70% dari US$1,03 miliar jadi US$753,27 juta. Begitu juga
dengan karet yang mengalami penurunan 35,48% dari tahun lalu.
"Permintaan dari India, Tiongkok, Amerika, Jepang dan sejumlah negara
pengimpor lainnya terus menurun, makanya ekspor dua komoditas itu
menurun," katanya kepada MedanBisnis, Senin (11/5).
Sementara,
kinerja ekspor komoditas lainnya seperti kopi, teh dan rempah-rempah
dengan kode HS 38 terus mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir.
Tahun ini, nilai ekspor kelompok komoditas itu mencapai US$117,40 juta
atau meningkat 28,08% dari tahun lalu yang mencapai US$91,66 juta.
Peningkatan
ini diperkirakan bakal berlanjut karena permintaan dari Amerika,
Jepang, Jerman, Singapura dan Kanada terus mengalami peningkatan.
Negara-negara tersebut memang sangat terkenal sebagai konsumen utama
kopi dan teh, termasuk rempah-rempah.
Ketua Gabungan Pengusaha
Ekspor Indonesia (GPEI) Sumut, Khairul Mahalli mengungkapkan, sejauh ini
ekspor kopi, teh dan rempah-rempah memang terus meningkat. Hanya saja,
pengusaha masih sangat kewalahan memperoleh pasokan karena produksi tiga
komoditas itu belum maksimal. "Kalau kopi memang tak terlalu masalah,
karena kita bisa mendapat pasokan dari Aceh. Begitu juga dengan teh.
Hanya saja, produksi di Sumut belum terlalu banyak," katanya.
Begitupun,
dengan tren peningkatan permintaan dari negara-negara pengimpor bisa
saja mendongkrak minat petani dan pengusaha untuk mendongkrak produksi.
Saat ini, sentra-sentra produksi komoditas tersebut paling banyak di
Simalungun, Mandailing Natal, Samosir dan bebarapa daerah lainnya di
Sumut.
Pengamat ekonomi Sumut, M Ishak mengungkapkan, selain tiga
komoditas tersebut, potensi alam Sumut masih memungkinkan untuk
mengembangkan komoditas lainnya untuk di lempar ke pasar ekspor seperti
tembakau, rotan dan hasil hutan lainnya. "Hanya saja, Sumut belum
maksimal dalam mengelola potensi yang ada, terlepas dari CPO dan karet
yang memang masih jadi primadona karena permintaan lebih tinggi,"
jelasnya.
Selain itu, produk-produk kimia yang dihasilkan
sejumlah industri di Sumut juga mulai banyak permintaan. Negara-negara
seperti Tiongkok, Jepang, Mesir, Korea, Spanyol, Mesir dan India
tercatat sebagai negara yang banyak membeli produk kimia dari Sumut.
"Potensi ini bisa dimanfaatkan Sumut untuk mendongkrak ekspor. Industri
di negara-negara itu diperkirakan bakal terus meningkat sehingga
permintaan terhadap produk kimia untuk dijadikan bahan baku bakal naik,"
ungkapnya.
Terlepas dari semua itu, dia mengakui, Sumut belum
mampu mengandalkan komoditas lain selain CPO dan karet dalam mendongkrak
ekspor. Hal ini wajar karena selain volume ekspor yang lebih tinggi,
nilai ekspor CPO dan karet masih lebih tinggi dari komoditas lain meski
mengalami penurunan.